https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgliGQTEnMh76JsLGYGrjyB99ftyObtyEfa2ewsOD_VnrpgUuuJAJtlyxaAg_g0gBWJer3qHTyN4vBPDmoysKjro2exiP4oBPoYnVRYnWQP-PuMxmt5txkbCF0aW6cvQTF7Cxg3iP2tXGuB/s800/dance_flow.png Copy the BEST Traders and Make Money : http://ow.ly/KNICZ

Pengikut

Kamis, 21 April 2016

makalah perkembangan islam di Indonesia abad ke-20



MAKALAH
PERKEMBANGAN ISLAM DI INDONESIA ABAD 20
Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Sejarah Kebudayaan Islam dan Budaya Lokal

Disusun oleh:
Ari Yudina Ramadhani        (15430089)
Purbarini                                (15430091)
Fitriani                                    (15430102)
Devi Puspitasari                     (15430104)
Apni Nuri Afwu                     (15430099)
Ariana Pratiwi                       (15430093)
Kelas C

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU RAUDLATUL ATHFAL
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2016

 
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan petunjuk-Nya, Atas limpahan rahmat dan petunjuk-Nya sehingga dalam penyusunan makalah ini dapat diselesaikan walaupun secara sederhana, baik bentuk maupun isinya dan sesuai waktu yang diinginkan.
Makalah yang berjudul Perkembangan Islam di Indonesia  Abad 20  disusun untuk memenuhi tugas mata Sejarah Kebudayaan Islam dan Budaya Lokal.
Penyusunan makalah ini dapat diselesaikan berkat bantuan dari berbagai pihak, dan tak lupa Kami mengucapkan terimakasih kepada:
1.        Ibu Siti Zubaedah, S.Ag.,M.Pd, selaku pengampu mata Sejarah Kebudayaan Islam dan Budaya Lokal.
2.        Orang tua tercinta yang turut mendoakan dan mendukung dengan sepenuh hati dan teman-teman seperjuangan.
Semoga dengan bantuan yang telah di berikan dapat mempermudah kamidalam penyusunan makalah ini. Kamimenyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan. Kritik dan saran yang membangun sangat kamiharapkan guna perbaikan di kemudian hari.
Semoga penulisan makalah ini dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan dan bermanfaat bagi kita semua.
Wasalamu’alaikum Wr. Wb.
Yogyakarta,  20  April 2016


Penyusun
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL......................................................................................       i
KATA PENGANTAR............................................................................................ ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................... iii
BABI PENDAHULUAN....................................................................................... 1
A.    Latar Belakang Masalah.............................................................................. 1
B.     Rumusan Masalah....................................................................................... 1
C.     Tujuan Pembuatan Makalah........................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................ 3
A.    Islam di Indonesia abad ke-19 sampai 20...........................................         3
B.     Kondisi Perkembangan  Islam di Indonesia Abad  20........................        9                                                ..........................................................................................                                                                            
C.     Peran Islam dalam Mempertahankan Kemerdekaan...........................      13
D.    Pemikiran dan  Peradaban Islam di Indonesia Pasca Kemerdekaan.......................................................................................      16
E.     Contoh  dan  Hasil Kebudayaan Perkembangan  Islam  di Indonesia Abad  20..........................................................................................................     19           
BAB III PENUTUP.............................................................................................. 24
A.    Kesimpulan............................................................................................... 24
B.     Saran......................................................................................................... 26
DAFTAR PUSTAKA




BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Sejarah ialah  peristiwa masa lampau yang membangun peradaban masa kini, serta juga yang menjadi titik tolak atau cermin masa depan.  Perkembangan Islam di Indonesia diawali dengan adanya para pedagang dari Arab, Gujarat, Persia yang membawa islam di Indonesia. Perkembangan islam di Indonesia abad-20 sangatlah pesat, sebab kondisi ini terjadi setelah Indpnesia merdeka. Peradaban Islam pada masa pasca kemerdekaan Negara Republik Indonesia, Indonesia bisa mencapai kemerdekaan hakiki sebagai negara merdeka bukanlah berakhir ketika Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang dikumandangkan pada tanggal 17 agustus 1945. Tetapi menjadi bangsa merdeka seutuhnya.  Namun, paska kemerdekaan Indonesia pun tokoh-tokoh bangsa harus berjuang untuk mempertahankan kemerdekaan dari segala serangan para penjajah, dan disinilah kembali Islam menjadi cahaya depan dalam mempertahankan kemerdekaan  ini.  Memasuki abad ke 20 Indonesia banyak berdiri organisasi islam yang saling menguatkan  islam. Selain itu banyaknya kebudayaan baru dari alkulturasi budaya dan asimilasi budaya. Dengan adanya makalah ini akan memaparkan perkembangan islam di Indonesia abad 20.
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana Islam di Indonesia abad ke-19 sampai ke-20?
2.      Bagaimanakah Pondisi Perkembangan  Islam di Indonesia Abad 20 ?
3.      Bagaimanakah Peran Islam dalam Mempertahankan Kemerdekaan?
4.      Bagaimanakah Pemikiran dan  Peradaban Islam di Indonesia Pasca Kemerdekaan ?
5.      Apa saja Contoh  dan  Hasil Kebudayaan Perkembangan  Islam  di Indonesia Abad  20 ?
C.    Tujuan Pembuatan Makalah
1.      Tujuan Umum
a.       Untuk memenuhi tugasmata kuliahSejarah Kebudayaan Islam dan Budaya Lokal Kelas C PENDIDIKAN GURU RAUDLATUL ATHFAL Semester 2 Tahun  Ajaran 2015 / 2016.
b.      Melatih ketrampilan menulis.
2.      Tujuan Khusus
a.         Mengetahui Islam di Indonesia abad ke-19 sampai ke-20.
b.         Mengetahui Kondisi Perkembangan  Islam di Indonesia Abad  20.      
c.         Mengetahui Peran Islam dalam Mempertahankan Kemerdekaan.
d.        Mengetahui Pemikiran dan  Peradaban Islam di Indonesia Pasca Kemerdekaan.
e.         Mengetahui Contoh  dan  Hasil Kebudayaan Perkembangan  Islam  di Indonesia Abad  20.



BAB II
PEMBAHASAN
A.    Islam di Indonesia abad ke-19 sampai ke-20
1.      Islam Pribumi
Doktrin-doktrin mazhab syafi’i,bagi kaum muslim indonesia, dikenal dalam bahasa arab melalui pelbagai penjelasan abad ke-16 tentang fiqih, khususnya yang dibuat oleh Al-Ramli (nihayah)  dan Ibn-Hajar (Tuhfah).
Abad ke-16 dan ke-18 memperlihatkan komposisi literatur tasawuf diIndonesia yang secara tepat bisa “dilihat sebagai pembentukan filsafat melayu klasik”. Kita dapatmengambil contoh, misalnya, Hamzah Fansuri;karyanya orisinil dari pelbagai segi. Pertama, dia menulis dalam bahasa melayu bagi kaum intelektual melayu, dimana syariat tanpa spiritualias menjadi penegasan terhadap keesaan Tuhan. Kedua, trdapat dimensi teks yang lebih jauh-“literatur Islam”, yaitu cara dimana tema-tema atau struktur-struktur yang ada sebelumnya atau dekat dengan (agama) islmam mengepresikan atau hadir untuk mengepresikan kepercayaan islam. Ketiga, penerjemahan ajaran-ajaran islam ke dalam kehidupan sehari-hari penduduk indonesia merupakan proses yang kompleks dan tidak konsisten (sebagaiman masih terjadi sekarang. Keempat, menguji sosiologi institusi islam.
Menunjukkan bahwa bangsa indonesia mempunyai karakter tersendiri. Studi apapun mengenai “pembaruan” harus beranjak dari data ini;tetapi ada satu karakteristik yang jauh lebih krusial yang harus diketahui



2.      Islam Masa Hindia Belanda
            Seperti halnya para penjajah barat lain yang mempunyai kekuasaan atas wilayah-wilayah kaum muslimin, belanda salah paham terhadap islam. VOC tentu saja tidak tertarik atau tidak memiliki bekal memahami agama. Tujuan satu-satunya adalah berdagang demi mengeruk keuntungan. Pemerintahan kolonial abad abad ke-19 memiliki bekal yang lebih baik, tetapi lagi-lagi pengetahuannya mengenai islam sangat sempit dan hanya dimaksutkan untuk memelihara ketertiban di hindia belanda. Penolakan terhadap ekspansi kolonial lebih sering dilakukan atas nama islam. Respon ini awalya mengarahkan para aktivis Muslim Indonesia kepada jawaban kaum Intelektual Mesir atas dominasi Barat, tetapi fakta-fakta khusus tentang hubugan kolonial belanda dengan islam mengisyaratkan cara-cara diman islam Indonesia harus diformulasikan sendiri.
            Oleh karena itu, kita mulai dengan periode belanda awal abad ke 20 dimana kebijakan dan administrasi kolonial telah mencapi bentuk final uis-a-uis islam. Periode ini mempunyai sejumlah ciri.
            Titik tolak,atau lebih baik disebut sikap utama kolonial adalah (a) islam, karena merupakan teori kekuasaan alternatif (pribumi),harus ditindas. (b) hal ini tidak saja secara politik dapat dibenarkan, tetapi juga sesuai dengan fakta-fakta kehidupan pribumi, yakni orang indonesia pada kenyataannya bukanlah muslim yang “sesungguhnya” atau orang muslim yang “benar” dengan beberapa pengecualian (misalnya, Aceh).
            Tekanan politik pada akhir abad 19 merupakan satu hal, tetapi praktik keseharian administrasi merupakan hal lain. Orang indonesia meyakini diri mereka sebagai muslim, meskipun pada faktanya mereka secara hukum diklasifikasikan sebagai “pribumi” dan karenanya tunduk terhadap adat. Yurisdis yang berbeda secara tajam,, dengan segala potensi konfliknya,sama sekali tidak mendukung. Pada akhirnya, pemerintahan kolonial berupaya melakukan kompromi melalui tiga bentuk yang saling berkaitan.
            Pertama, pengadilan;pada 1882 Pengadilan Agama (Priesterraad) didirikan bagi kaum muslim di Jawa dan Madura. Parahnya, para hakim pada pengadilan agama tidak dapat mengeluarkan keputusan meraka sendiri tetapi harus meminta kepada hakim sekular (landraad). Karena itu, pada akhirnya muncul dari kaum muslim terhadap masalah ini. Tidak ada usaha yang dilakukan untuk merumuskan prinsip-prinsip syariat. Singkatnya, syariat tidak pernah memperoleh kedudukan sebagai “hukum personal kaum Muslim” sebagaimana di negara-negara tetangga bekas jajahan inggris.
            Tahun 1920 dan 1930-an merupakan periode meningkatnya agltasi antikolonial, banyak diantaranya berunsur kaum muslim. Lebih jauh, di jajaran kaum nasionalis indonesia hanya terdapat sedikit simpati bagi masalah kaum muslim.
            Kesimpulannya pertama, hukumm islam di Indonesia pada masa kolonial hanya dapat dipahami sebagai sebuah aspek dari kebijakan kolonial. Kedua, kitab sebagai sumber otoritas (islam). Ada aspek lain dari kontrol belanda dalam bidang pendidikan dan kitab, yang tampaknya agak halus. Yaitu diterbitkannya teks-teks otoritatif untuk digunakan dalam pengajaran dan administrasi. Ketiga, Islam Internasional-Haji. Dengan demikian belanda mengambil langkah mengotrol haji, meskipun jika melihat ke masa lalu, motif melakukannya jelas beragam.
            Dihubungkan dengan masalah ini, dan dalam semangat yang sam, Belanda membuka sebuah konsulat di Jeddah pada tahun 1872. Moyifnya adalah untuk mengotrol, tetapi dirasakan juga perlu memperhatikan kesejahteraan para jamaah. Kemiskinan dan lilitan utang di kalangan mereka adalah hal lazim. Imperalisme abad ke-19 tentu saja menuntut upaya dalam masalah ini yang juga merupakan sebuah aspek dari keamanan dalam negeri kolonial. Semua kaum kolonial ingin menunjukkan kontrol terhadap masing-masing rakyat jajahannya disetiap waktu dan tempat, bahkan di luar negeri. Hal ini lebih diperlukan dalam menghadapi agama global yang juga merupakan agama yang dianut mayoritas penduduk Hindia Belanda.
            Tiga aspek islam di Hindia belanda yang telah di paaparkan diatas berhubungan satu dengan lainnya. Ringkasnya belanda menolak peranan islam dalam kehidupan publik. Sebaliknya, peranan islam dibatasi dan sangat minim. Dari sudut pandang kaum muslim, tentu hal ini tidak menguntungkan.
3.      Islam Pasca-Kemerdekaan.
Kehadiran konstitusi islam pertama kali tampak dalam piagam jakarta (juni 1945) sebagai berikut:
Untuk membentuk suatu pemerintahan negara indonesia yang melindungi segenap bangsa indonesia dan seluruh tumpah dara ndonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umu meningkatkan standar kehidupan, dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang bedasarkan kemerdekaan, perdamaian  abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan indonesia itu dalam suatu undang-undang dasar negara indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan negara republik yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada: ketuhanan yang Maha Esa dengan kewajiban menjalankan syariat bagi pemeluk agama islam,mkemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan indonesia, dan merakyatan yang di pimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan. Dimana demokrasi harus menjamin keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia.
Pada skisi lain, ada dua ciri UUD 1945 yang mempunyai pengaruh langsung terhadap islam. Pertama, rumusannya yang sangat singkat, yakni hanya 37 pasal dengan sekitar 4000 kata. Tujuan utamanya adalah untuk menempatkan kekuasaan eksekutif tidak terbatas kepada presiden. Karena itu, undang-undang yang berlaku saat itu muncul dari presiden, termasuk instruksinya (instruksi presiden) memiliki kekuatan hukum. Ciri ini banyak diungkap diberbagai tempat. Tetapi yang sangat signifikan bagi islam karena semua “kompilasi hukum islam” muncul dari sumber ini. Dengan kata lain, kandunagn undang-undang 1945 sangat minim, melihat kembali kemasa 50 tahun yang lalu, mungkin hal ini diuntungkan daqari argumentasi dari pihak muslim, tetapi tidak demikian sebenarnya. Terlepas dari ketidak mampuan politik, alasan utama dalam hal UU 1945 dimana terminologi yang digunakan dalm penjelasan (hampir sama panjang dengan teks asli) adalah murni mengikuti model “Eropa” dari segi gaya dan pengaruh meskipun konteksnya adalah indonesia.kutipan berikut menggambarkan hal ini:
Konstitusi tertulis negara hanya merupakan bagian dari undang-undang yang menjadi dasar negara. Konstitusi adalah bagian dari undang-undang dasar yang tertulis. Selain itu, konstitusi juga mengungguli undang –undang dsar yang tidak tertulis, yakni aturan-aturan dasar yang dibuat dan dipelihara dalam praktik penyelenggaraan negara, meskipun tidak tertulis.
Tentu saja, untuk mempelajari undang-undang dasar suatu negara (droit constitutionnel) tidak cukup hanya dengan mempelajari pasal-pasal dari konstitusi tertulis (lol contitutionnel) saja, tetapi harus juga mempelajari bagaimana undang-undang itu diterapkan dan apa latar belakang semangat konstitusi tertulis itu.
Istilah teknis yang digunakan adalah bahasa prancis, belanda, dan jerman. Bahasa teksnya adalah indonesia sebagaimana terlihat dalam isi. Dokumen itu ditulus secara tergesa-gesa karena kondisi 1945 yang merupakan akhir pendudukan jepang dan awal peperangan pahit dan berdarah demi mencapai kemerdekaan. Ada baiknya bagi kita sekarang membaca kembali kutipan tersebut dan menyesuaikan syariat dalam cara pandang ini
Piagam jakarta berusaha dan gagal menyusun suatu agenda islam dalam negara yang ada pada dasarnya sekular. Tetapi, ini tidak berarti bahwa islam tidak mempunyai relevansi konstitusional. Islam sebenarnya memiliki, tetapi direduksi sedemikian rupa menjadi hanya sebuah ideologi. Antara lain, melegitimasi negara yang tengah berjalan. Hal ini tampak dalam bentuk pancasila, yang memiliki lima sila sebagai dasar negara. Prinsip-prinsip pancasila yang paling penting bagi syariat adalah prinsip pertama, ketuhanan yang Maha Esa, dan prinsip keempat, yang mewujudkan komitmen terhadap demokrasi itu merujuk kepada sistem politik dimana Al-Quran dan Sunnah memberikan otoritas tidak langsung. Tentu saja terdapat dimensi indonesia dalam berbagai penjelaan ini. Demokrasi bisa saja “Terpimpin” dan kagta-kata Tuhan, seperti bagaimana mengetahuinya, dapat ditafsirkan secara berbeda disepanjang masa.
Komplikasi hukum islam (1991)  merupakan dokumen paling penting mengenai syariat yang tersebar luas di indonesia sekarang ini. Gagasan untuk mengundangkan “kitab undang-undang muslim” atau “kitab undang-undang islam” bukanlah hal baru.
Komplikasi diperkuat oleh instruksi presiden, otoritas instruksi presiden bisa ditemukan pada pasal 4 (1) UUD 1945, yang menyatakan bahwa presiden “memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar”. Instruksi presiden memerintahkan menteri agama untuk “ mengimplementasikan instruksi”. Menteri kemudian menerbitkan “surat kepuusan menteri” untuk mengimplementasikan instruksi.n SK itu menyatakan dasar hukumnya pada pasal 17 UUD 1945 yang menyatakan bahwa “menteri-menteri itu memimpin depertemen pemerintahan” (pasal 17 [3]) dan “membantu presiden” (pasal 17 [1]). SK memberikan instruksi rinci kepada pelbagai perwakilan pemerintahan untuk “menerapkan komplikasi bersama-sama dengan hukum lain”. Tidak disebut-sebut dalam hal ini departemen kehakiman juga Mahkamah Agung. SK tersebut merujuk kepada keputusan keputusan departemen agama sendiri mengenai struktur organisasi. Dengan kata lain, komplikasi adalah sebuah buku pegangan birokratis.
Komplikasi ituu sendiri terdiri dari 3 buku. Pertama, berkaitan dengan undang-undang perkawinan (pasal 1-70). Kedua, berkenaan dengan warisan (pasal 171-214). Ketiga, berkaitan dengan wakaf. Legislasi kolonial telah mengatur tiga masalah tersebut.
Dari paparan mengenai konstitusi ndan hukum islam diatas, jelaslah bahwa agama merupakan sasaran dari hampir semua kontrol eksekutif negara yang terdapat dikantor presiden. Otoritas terakhir ada disana, bukan pada wahyu. pada tingkat praktis, syariat secara keseluruhan sangat berokratis dan benar-benar diremehkan dalam komplikasi. Dari sudut pandang yang rill, hal ini merupakan hasil logis dari sebuah proses yang dimulai belanda 150 tahun yang lalu. [1]
B.     Kondisi Perkembangan  Islam di Indonesia Abad  20
Sejak dahulu bangsa Indonesia terkenal sebagai bangsa yang ramah dan suka bergaul dengan bangsa lain. Oleh karena itu, banyak bangsa lain yang datang ke wilayah Nusantara untuk menjalin hubungan dagang. Ramainya perdagangan di Nusantara yang melibatkan para pedagang dari berbagai negara disebabkan melimpahnya hasil bumi dan letak Indonesia pada jalur pelayaran dan perdagangan dunia. Pada sekitar abad ketujuh, Selat Malaka telah dilalui oleh pedagang Islam dari India, Persia, dan Arab dalam pelayarannya menuju negara-negara di Asia Tenggara dan Cina. Melalui hubungan perdagangan tersebut, agama dan kebudayaan Islam masuk ke wilayah Indonesia. Pada abad kesembilan, orang-orang Islam mulai bergerak mendirikan perkampungan Islam di Kedah (Malaka), Aceh, dan Palembang.

Waktu kedatangan Islam di Indonesia masih ada perbedaan pendapat. Sebagian ahli menyatakan bahwa agama Islam itu masuk ke Indonesia sejak abad ke-7 sampai dengan abad ke-8 Masehi. Pendapat itu didasarkan pada berita dari Cina zaman Dinasti T’ang yang menyebutkan adanya orang-orang Ta Shih (Arab dan Persia) yang mengurungkan niatnya untuk menyerang Ho Ling di bawah pemerintahan Ratu Sima (674).

Sebagian ahli yang lain menyatakan bahwa Islam masuk ke Indonesia baru abad ke-13. Pernyataan ini didasarkan pada masa runtuhnya Dinasti Abbassiah di Bagdad (1258). Hal itu juga didasarkan pada berita dari Marco Polo (1292), berita dari Ibnu Batuttah (abad ke-14), dan Nisan Kubur Sultan Malik al Saleh (1297) di Samudera Pasai. Pendapat itu diperkuat dengan masa penyebaran ajaran tasawuf. Sebenarnya kita perlu memisahkan pengertian proses masuk dengan berkembangnya agama Islam di Indonesia, seperti berikut:

1. masa kedatangan Islam (kemungkinan sudah terjadi sejak abad ke-7 sampai
dengan abad ke-8 Masehi);

2. masa penyebaran Islam (mulai abad ke-13 sampai dengan abad ke-16
Masehi, Islam menyebar ke berbagai penjuru pulau di Nusantara);

3. masa perkembangan Islam (mulai abad ke-15 Masehi dan seterusnya melalui
kerajaan-kerajaan Islam).

Terdapat berbagai pendapat pula mengenai negeri asal pembawa agama serta kebudayaan Islam ke Indonesia. Ada yang mengatakan bahwa kebudayaan dan agama Islam datang dari Arab, Persia, dan India (Gujarat dan Benggala). Akan tetapi, para ahli menitikberatkan bahwa golongan pembawa Islam ke Indonesia berasal dari Gujarat (India Barat). Hal itu diperkuat dengan bukti-bukti sejarah berupa nisan makam, tata kehidupan masyarakat, dan budaya Islam di Indonesia yang banyak memiliki persamaan dengan Islam di Gujarat.

Pembawanya adalah para pedagang, mubalig, dan golongan ahli tasawuf. Ketika Islam masuk melalui jalur perdagangan, pusat-pusat perdagangan dan pelayaran di sepanjang pantai dikuasai oleh raja-raja daerah, para bangsawan, dan penguasa lainnya, misalnya raja atau adipati Aceh, Johor, Jambi, Surabaya, dan Gresik. Mereka berkuasa mengatur lalu lintas perdagangan dan menentukan harga barang yang diperdagangkan. Mereka itu yang mula-mula melakukan hubungan dagang dengan para pedagang muslim. Lebih-lebih setelah suasana politik di pusat Kerajaan Majapahit mengalami kekacauan, raja-raja daerah dan para adipati di pesisir ingin melepaskan diri dari kekuasaan Majapahit. Oleh karena itu, hubungan dan kerja sama dengan pedagang-pedagang muslim makin erat. Dalam suasana demikian, banyak raja daerah dan adipati pesisir yang masuk Islam. Hal itu ditambah dengan dukungan dari pedagang-pedagang Islam sehingga mampu melepaskan diri dari kekuasaan Majapahit.

Setelah raja-raja daerah, adipati pesisir, para bangsawan, dan penguasa pelabuhan masuk Islam rakyat di daerah itu pun masuk Islam, contohnya Demak (abad ke-15), Ternate (abad ke-15), Gowa (abad ke-16), dan Banjar (abad ke-16).[2]
Dari keterangan diatas dapat dijelaskan bahwa tersebarnya Islam keindonesia adalah melalui salura-saluran sebagai berikut:
1.     Perdagangan,y ang mempergunakan saran pelayaran.
2.     Dakwah, yang dilakukan oleh mubalig yang berdatangan bersama  para pedagang.
3.     Perkawinan, yaitu perkawinan antara pedagang Muslim, Mubalig dengan anak bangsawan Indonesia.
4.     Pendidikan, setelah kedudukan para pedagang menetap, mereka menguasai kekuatan ekonomi dibandar-bandar seperti Gresik. Selain menjadi pusat-pusat  pendidikan, yang disebut pesantren, di Jawa juga merupakan markas penggemblengan kader-kader politik. Misalnya, Raden Fatah, Raja Islam pertama Demak, adalah santri pesantren Ampel Denta; Sunan Gunung Jati, Sultan Cirebon pertama adalah didikan pesantren Gunung Jati dengan syaikh Dzatu Kahfi; Maulana Hasanuddin yang diasuh ayahnya Sunan Gunung Jati yang kelak menjadi Sultan Banten pertama.
5.      Tasawuf  dan Tarekat, sudah diterangkan pula bahwa bersamaan dengan pedagang, datang pula para ulama, da’I, dan sufi pengembara. Kemudian mereka diangkat menjadi penasihat dan atau pejabat agama di kerajaan. Seperti  di Aceh ada Syaikh Hamzah Fansuri, Syamsuddin Sumatrani, Nurudin ar-Raniri, Abd. Rauf Singkel. Demikian pula kerajaan-kerajaan di Jawa mempunyai penasuhat yang mempunyai gelar wali, yang terkenal adalah Wali Songo.Para sufi menyebarkan Islam dengan dua cara:
a)    Dengan membentuk kader Mubalig, agar mampu mengajarkan serta menyebarkan agama Islam didaerah asalnya
b)   Melalui karya-karya tulis tersebar dan dan dibaca berbagai tempat. Di abad ke-17, Aceh adalah pusat perkembangan karya-karya keagamaan yang ditulis para ulama dan para sufi.
6.      Kesenian, saluran yang banyak sekali dipakai untuk penyebaran Islam terutama di Jawa adalah seni. Wali Songo, terutama Sunan Kali Jaga, juga mempergunakan banyak cabang seni untuk Islamisasi, seni arsitektur, gamelan, wayang, nyanyian, dan seni busana.
Penyebaran Islam secara kasar dapat dibgi dalam tiga tahap:
Pertama, dimulai dengan kedatangan Islam, yang diikuti oleh kemorosotan kemudian keruntuhan Majapahit pada abad ke-14 sampai ke-15.
Kedua, sejak datang dan mapannya kekuaaan colonial Belanda di Indonesia sampai abad ke-19.
Ketiga, bermula pada awal abad ke-20 dengan terjadinya “liberalisasi” kebijaksanaan pemerintah colonial Belanda di Indonesia.[3]



C.    Peran Islam dalam Mempertahankan Kemerdekaan
a)      Masa Kemerdekaan
Sesuai dengan janji Jepang kepada Indonesia sebelumnya bahwa akan membantu Indonesia dalam menggapai kemerdekaan dengan menmbentuk panitia kemerdekaan Indonesia. Pemerintah Jepang membentuk PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia). Soekarno, Hatta dan Dr. Radjiman diundang Marsekal Terauchi di Dalai (Vietnam). Dengan tujuan ingin menyakinkan Indonesia untuk mengumumkan kemer-dekaannya. Momen ini cukuplah tepat dengan kekalahan yang diderita Jepang dalam perang asia timur. Dengan dibomnya Hirosima dan Nagasaki pada tanggal 6 dan 9 agustus 1945 pada waktu itu, hal inilah yang membuat para pemuda mendesak Soekarno untuk mengumumkan tanggal 15 Agustus 1945 kemerdekaan melalui radio, namun Soekarno menolak desakan tersebut.
Para pemuda sadar bahwa mereka tidaklah mampu untuk melancarkan revolusi,  hingga akhirnya Soekarno-Hatta diculik oleh pemuda dan dibawa ke Rengasdengklok. Di Jakarta, ketidak hadiran Soekarno-Hatta dalam rapat PPKI menimbulkan kekhawatiran yang pada akhirnya Soebardjo menceritakan peristiwa penculikan tersebut dan bersedia mengantar kedua tokoh tersebut ke Jakarta. Dan setelah kedua tokoh ini menemui Jendral Nashimura yang menyatakan bahwa ia tidak bertanggung jawab lagi karena menderita kekalahan perang, dan akhirnya Soekarno membuat teks proklamasi yang disetujui oleh PPKI, Pada subuh jam 3 pagi 17 Agustus 1945 teks proklamasi kemerdekaan selesai dibuat, jam 10.00 dikumandangkan di Pegangsaan Timur 56 dengan dibacakaannya teks proklamasi ini berarti Indonesia telah merdeka. Dan pada tanggal 18 Agustus 1945 bangsa Indonesia memilih presiden dan wakil presiden pertama.
b)       Masa mempertahankan kemerdekaan
Dengan kekalahan Jepang dalam perang maka tentara sekutu datang ke Indonesia guna melucuti Jepang yang dilakukan dengan mendaratnya tentara sekutu tanggal 29 september 1945, tentara sekutu pada saat itu juga membawa tentara NICA (pasukan Belanda) dan mempersenjatai kembali bekas tentara KNIL (Belanda) dan berharap kembali mengulang sejarah penjajahan di Indonesia, dan pada tanggal 29 Oktober 1945 terjadilah pemberontakan rakyat Indonesia oleh ribuan pemuda yang telah mendapatkan senjata dari Jepang menyerbu tangsi-tangsi sekutu, dan selanjutnya pada tanggal 10 November Bung Tomo mengobarkan kembali perlawan yang berlansung selama tiga minggu di jalan-jalan. Ribuan rakyat dan pemuda Surabaya gugur dalam kondisi penuh semangat mempertahankan kemerdekaan Barisan yang berusaha dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia berasal dari berbagai macam golongan dan daerah. Di Jakarta pemuda-pemuda yang sebelumnya membentuk kelompok politik, Komite van Aktie bermarkas di jalan menteng Raya Nomor 31. Kelompok ini kemudian bergabung dengan API (Angkatan Pemuda Indonesia), BARA (Barisan Rakyat Indonesia), dan BBI (barisan Buruh Indonesia). Di Jawa lahir Hisbullah, Sabilillah, barisan Banteng, Pesindo (Pemuda Sosialis Indonesia), selain itu lahir juga barisan pelajar seperti Tentara Pelajar, di Semarang lahir AMRI (angkatan Muda Republik Indonesia), di Surabaya lahir PRI (pemuda Rakyat Indonesia), di Aceh ada Pemuda Republik Indonesia (PRI), dan lain-lain.
Karena banyaknya intensitas perlawanan bangsa terhadap Belanda/Sekutu inilah akhirnya memaksa mereka untuk mengadakan perundingan dengan bangsa Indonesia yang kita kenal dengan Perjanjian Linggarjati (November 1946) atas prakarsa Inggris yang akan meninggalkan Indonesia. Akibat dari terbunuhnya beberapa perwira tinggi mereka dalam kobaran semangat juang putra pertiwi guna mempertahankan kemerdekaan.
Belanda sepeninggal Inggris tidak menaati isi perjanjian dengan agresi yang dilancarkan ke berbagai daerah di Indonesia, akan tetapi ini bukanlah melemahkan semangat perjuangan bangsa Indonesia justeru semakin mengobarkan semangat pantang menyerahkan kemerdekaan yang telah digapai dengan penuh pengorbanan, tercatat agresi Belanda secara besar-besaran dan menduduki posisi strategis bangsa ini seperti ibukota (Yogyakarta). Para pemimpin Republik (Soekarno-Hatta, dan lain-lain) diasingkan ke Bangka dan Prapat.



c)       Perjuangan umat Islam paska kemerdekaan
Selain disebutkan diatas bahwa dalam masa revolusi mempertahankan kemerdekaan yang dilakukan oleh pemuda dengan motor organisasi nasional mereka terdapat juga barisan-barisan lain yang berkorban dengan gagah berani mempertahankan kemerdekaan yaitu dari organisasi-organisasi Islam di berbagai penjuru bangsa. Seperti Barisan Kiai, Barisan Sabil, Perkumpulan Anak Deli Islam, Mujahidin di Aceh, Pasukan Islam daerah Pekalongan, AOI (Angkatan Oemat Islam). Selama pendudukan Jepang, kelompok-kelompok pemuda tercatat melancarkan sikap anti Belanda (Barat-kristen) tujuan semula untuk memperoleh dukungan penduduk Indonesia yang beragama Islam dalam perang, tetapi hasilnya adalah pengalangan kekuatan Islam pada seluruh lapisan. Tentara Pembela Tanah Air (PETA) yang dibentuk masa Jepang memperlihatkan ciri Islam kesatuan terlatih secara militer menggunakan nama Islam”Hisbullah” kader-kader pertama Hisbullah dilatih di Cibarusa, Januari 1945, dengan keanggotaan 5000 orang, setahun kemudian telah berjumlah 300.000 orang, kader-kader Peta dan Hisbullah yang terlatih militer melatih pemuda-pemuda daerah untuk memperoleh latihan militer.
Pemuda-pemuda daerah itu sebagaian besar adalah santri atau kiai, sebagaimana diketahui, kiai-kiai di Jawa tersebar di pedesaan dan memiliki pengaruh mendalam terhadap Fanatisme keIslaman masyarakat, sekali mengatakan “perang melawan kolonial untuk mempertahankan kemerdekaan itu wajib” para pengikutnya akan secara sadar mengikutinya, ketaatan ini diperkuat oleh kepandaian kiai tertentu memberikan kekuatan magis ataupun wirid-wirid, disamping itu, organisasi-organisasi besar Islam seperti Masyumi, NU, dan Muhamadiyah mengeluarkan fatwa bahwa perang melawan sekutu/Belanda itu adalah jihad, mengikuti jihad adalah wajib `ain, mati dalam perang adalah syahid. Dengan seruan jihad inilah maka semangat dari kaum muslimin untuk melawan kolonial Belanda berkobar, walaupun hanya bersenjatakan bambu runcing atau peralatan sederhana. Dan dalam catatan sejarah tentara sekutu/Belanda mengakui kemenangan para pejuang dengan meninggalkan bumi pertiwi.
D.      Peradaban Islam di Indonesia Pasca  Kemerdekaan
1.      Pendidikan
Setelah Indonesia merdeka, terutama setelah berdirinya Departemen Agama, persoalan pendidikan agama Islam mulai mendapat perhatian lebih serius. Badan Pekerja Komite Nasional Pusat dalam bulan desember 1945 menganjurkan agar pendidikan madrasah diteruskan. Badan ini juga mendesak pemerintah agar memberikan bantuan pada madrasah. Departemen agama dengan segera membentuk seksi khusus yang bertugas menyusun pelajaran dan pendidikan agama Islam, mengawasi pengangkatan guru-guru agama, dan mengawasi pendidikan agama. Pada tahun 1946, Departemen Agama mengadakan latihan 90 guru agama, 45 orang diantaranya kemudian diangkat sebagai guru agama. Pada tahun 1948, didirikanlah sekolah guru dan hakim Islam di Solo.
Haji Mahmud Yunus, seorang lulusan Kairo yang di zaman Belanda memimpin Sekolah Normal Islam diPadang, menyusun rencana pembangunan pendidikan Islam. Dalam rencananya, ibtidaiyah selama 6 tahun, tsanawiyah pertama 4 tahun dan tsanawiyah atas 4 tahun. Mahmud Yunus juga menyarankan agar pelajaran agama diberikan di sekolah-sekolah umum yang disetujui oleh konferensi pendidikan se-Sumatera di Padang Pajang, 2-10 Maret 1947.
Berkenaan dengan perguruan tinggi Islam, kaum muslimin di Indonesia sejak awal sudah berfikir untuk membangunnya. Mahmud Yunus membuka Islamic College petama tanggal 9 Desember 1945 di Padang, yang terdiri dari Fakultas Syari’ah dan Fakultas Pendidikan dan Bahasa Arab.
Perguruan Tinggi Islam yang khusus terdiri dari fakultas-fakultas keagamaan mulai mendapat perhatian kementrian Agama pada tahun 1950. Pada tanggal 12 Agustus 1950, Fakultas Agama di UII dipisahkan dan diambil alih oleh pemerintah dan pada tangal 26 September 1951 secara resmi dbuka perguruan Tinggi baru dengan nama Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN) di bawah pengawasan Kementerian Agama. Pada tahun 1957, di Jakarta didirikan Akademi Dinas Ilmu Agama ADIA). Akademi ini dimaksudkan sebagai sekolah latihan bagi para pejabat yang berdinas dalam pemerintahan dan untuk pengajaran agama di sekolah. Pada tahun 1960, PTAIN dan ADIA disatukan menjadi Institut Agama Islam Negeri (IAIN), juga dibawah Kementerian Agama.
IAIN bertanbah pesat dan melahirkan cabang-cabangnya di berbagai wilayah ditambah dengan tumbuhnya perguruan tinggi swasta, diantaranya UNJ, UM, UNISBA, UNISMA. Pendidikan Islam mengalami kemajuan dalam mengiringi modernitas. Terakhir pada tahun 2002, IAIN Syarif Hidayatullah berubah menjadi UIN (Universitas Islam Negeri) Syarif Hidayatullah yang di dalamnya menyelenggarakan pendidikan selain fakultas-fakultas Agama juga membuka ptogram pasca sarjana.
2.      Majelis Ulama Indonesia (MUI)
Pertama kali Majelis Ulama Indonesia berdiri pada masa Soekarno. Majelis ini pertama-tama berdiri di daerah-daerah, karena diperlukan untuk menjamin keamanan. Di samping untuk tujuan pembinaan mental, rohani dan agama masyarakat, oleh pemerintah waktu itu Majelis ini dimaksudkan untuk ikut ambil bagian dalam “penyelenggaraan revolusi dan pembangunan semesta berencana” dalam rangka Demokrasi Terpimpin”. Akan tetapi setelah Seokarno jatuh, baru kegiatan-kegiatan Majelis ulama daerah meningkat. Meskipun majelis ini secara nasional tidak mempunyai kendali dan cara kerja yang sama antara satu daerah dengan daerah lain, karena majelis pusat praktis tidak berfungsi lagi.
Pada masa Soeharto, Ia mengharapkan berdirinya Majelis Ulama Indonesia. Dalam tahun 1975 usaha-usaha dimulai untuk mendirikan majelis ulama yang baru. Majelis-majelis ulama di tiap ibukota profinsi dibentuk, atau bagi yang masih aktif diteruskan dalam rangka pembentukan majelis ulama yang baru. Sementara itu, di Jakarta dibentuk panitia Musyawarah Nasional 1 Majelis Ulama seluruh Indonesia. Musyawarfah itu sendiri dilangsungkan pada tanggal 21-27 Juni 1975, dihadiri oleh wakil-wakil Majelis Ulama propinsi. Ketika itulah Majelis ulama yang baru dinyatakan berdiri dengan nama Majelis Ulama Indonesia.
3.      Hukum Islam
Usaha untuk mengundangkan peraturan  perkawinan secara Nasional sudah dimulai sejak tahun 1950 dengan terbentuknya suatu panitia khusus yang diketuai oleh bekas Gubernur Sumatera, Teuku Muhammad Hasan. Baru pada tahun 1958, hasil kerja panitia ini dibicarakan dalam Dewan Perwakilan Rakyat, bersama-sama dengan suatu usul Rancangan Undang-undang yang dimajukan oleh kalangan nasionalis. Akan tetapi kedua rancangan ini dikesampingkan karena terjadi kemacetan dalam perdebatan di parlemen. Rancangan Undang-undang yang sama kemudian disusun kembali tahum 1967 dan 1968. Kedua rancangan ini dibicarakan dalam sidang DPR tahun 1973, tetapi mengalami hal yang sama karena wakil dari golongan Katholik menolak rancangan itu. Akibatnya pemerintah menarik kembali kedua rancangan tersebut dan mengusulkan RUU yang baru pada tanggal 31 Juli 1973. Ketika rancangan ini disidangkan, pihak Islam merasa keberatan dan beberapa ratus pelajar Islam melakukan protes di ruang DPR karena banyak butir-butir RUU yang dianggap bertentangan dengan ajaran Islam. Diluar sidang DPR masalah protes itu dapat diselesaikan dengan mengubah RUU tersebut, sehingga seluruhnya sesuai dengan tuntutan kalangan Islam. Yang akhir inilah yang diundangkan pada bulan Januari 1974. Kemantapan posisi hukum Islam dalam sistem hukum Nasional semakin meningkat setelah Undang-undang Peradilan Agama diterapkan tahun 1989.[4]

E.     Contoh  dan  Hasil Kebudayaan Perkembangan  Islam  di Indonesia Abad  20
Hasil-hasil kebudayaan yang bercorak Islam dapat kita temukan antara lain dalam bentuk bangunan (masjid, makam) dan seni.


a. Peninggalan dalam Bentuk Bangunan
Bangunan yang menjadi ciri khas Islam antara lain ialah masjid, istana / keraton, dan makam (nisan).
1) Masjid
Masjid merupakan tempat salat umat Islam. Masjid tersebar di berbagai daerah.
Namun, biasanya masjid didirikan pada tepi barat alun-alun dekat istana. Alun-alun adalah tempat bertemunya rakyat dan rajanya. Masjid merupakan tempat bersatunya rakyat dan rajanya sebagai sesama mahkluk Illahi dengan Tuhan. Raja akan bertindak sebagai imam dalam memimpin salat.
Bentuk dan ukuran masjid bermacam-macam. Namun, yang merupakan ciri khas sebuah masjid ialah atap (kubahnya). Masjid di Indonesia umumnya atap yang bersusun, makin ke atas makin kecil, dan tingkatan yang paling atas biasanya berbentuk limas.
Jumlah atapnya selalu ganjil. Bentuk ini mengingatkan kita pada bentuk atap candi yang denahnya bujur sangkar dan selalu bersusun serta puncak stupa yang adakalanya berbentuk susunan payung-payung yang terbuka. Dengan demikian, masjid dengan bentuk seperti ini mendapat pengaruh dari Hindu-Buddha.
Beberapa di antara masjid-masjid khas Indonesia memiliki menara, tempat muadzin menyuarakan adzan dan memukul bedug. Contohnya menara Masjid Kudus yang memiliki bentuk dan struktur bangunan yang mirip dengan bale kul-kul di Pura Taman Ayun. Kul-kul memiliki fungsi yang sama dengan menara, yakni memberi informasi atau tanda kepada masyarakat mengenai berbagai hal berkaitan dengan kegiatan suci atau yang lain dengan dipukulnya kul-kul dengan irama tertentu.
Peninggalan sejarah Islam dalam bentuk masjid, dapat kita lihat antara lain pada beberapa masjid berikut.
(1) Masjid Banten (bangun beratap tumpang)
(2) Masjid Demak (dibangun para wali)
(3) Masjid Kudus (memiliki menara yang bangun dasarnya serupa meru)
(4) Masjid Keraton Surakarta, Yogyakarta, Cirebon (beratap tumpang)
(5) Masjid Agung Pondok Tinggi (beratap tumpang)
(6) Masjid tua di Kotawaringin, Kalimantan Tengah (dibangun ulama penyebar siar pertama di Kalteng)
(7) Masjid Raya Aceh, Masjid Raya Deli (dibangun zaman Sultan Iskandar Muda)
2) Makam dan Nisan
 Makam memiliki daya tarik tersendiri karena merupakan hasil kebudayaan. Makam biasanya memiliki batu nisan. Di samping kebesaran nama orang yang dikebumikan pada makam tersebut, biasanya batu nisannya pun memiliki nilai budaya tinggi. Makam  yang terkenal antara lain makam para anggota Walisongo dan makam raja-raja.
Pada makam orang-orang penting atau terhormat didirikan sebuah rumah yang disebut cungkup atau kubah dalam bentuk yang sangat indah dan megah. Misalnya, makam        Sunan Kudus, Sunan Kalijaga, dan sunan-sunan besar yang lain.
Peninggalan sejarah Islam dalam bentuk makam dapat kita lihat antara lain pada beberapa makam berikut.
(1) Makam Sunan Langkat (di halaman dalam masjid Azisi, Langkat)
(2) Makam Walisongo
(3) Makam Imogiri (Yogyakarta)
(4) Makam Raja Gowa
Peninggalan sejarah Islam dalam bentuk nisan dapat kita lihat antara lain pada beberapa nisan berikut.
(1) Di Leran, Gresik (Jawa timur) terdapat batu nisan bertuliskan bahasa dan huruf Arab, yang memuat keterangan tentang meninggalnya seorang perempuan bernama Fatimah binti Maimun yang berangka tahun 475 Hijriah (1082 M);
(2) Di Sumatra (di pantai timur laut Aceh utara) ditemukan batu nisan Sultan Malik alsaleh yang berangka tahun 696 Hijriah (!297 M);
(3) Di Sulawesi Selatan, ditemukan batu nisan Sultan Hasanuddin;
(4) Di Banjarmasin, ditemukan batu nisan Sultan Suryana Syah; dan
(5) Batu nisan di Troloyo dan Trowulan.
b. Peninggalan dalam Bentuk Karya Seni
Peninggalan Islam dapat juga kita temui dalam bentuk karya seni seperti seni ukir, seni pahat, seni pertunjukan, seni lukis, dan seni sastra. Seni ukir dan seni pahat ini dapat dijumpai pada masjid-masjid di Jepara. Seni pertunjukan berupa rebana dan tarian, misalnya tarian Seudati. Pada seni aksara, terdapat tulisan berupa huruf arab-melayu, yaitu tulisan arab yang tidak memakai tanda (harakat, biasa disebut arab gundul).
 Salah satu peninggalan Islam yang cukup menarik dalam seni tulis ialah kaligrafi. Kaligrafi adalah menggambar dengan menggunakan huruf-huruf arab. Kaligrafi dapat ditemukan pada makam Malik As-Saleh dari Samudra Pasai.
 Karya sastra yang dihasilkan cukup beragam. Para seniman muslim menghasilkan beberapa karya sastra antara lain berupa syair, hikayat, suluk, babad, dan kitab-kitab.
Syair banyak dihasilkan oleh penyair Islam, Hamzah Fansuri. Karyanya yang terkenal adalah Syair Dagang, Syair Perahu, Syair Si Burung Pangi, dan Syair Si Dang Fakir.
Syair-syair sejarah peninggalan Islam antara lain Syair Kompeni Walanda, Syair Perang Banjarmasin, dan Syair Himop. Syair-syair fiksi antara lain Syair Ikan Terumbuk dan Syair Ken Tambunan.
 Hikayat adalah karya sastra yang berisi cerita atau dongeng yang sering dikaitkan dengan tokoh sejarah. Peninggalan Islam berupa hikayat antara lain, Hikayat Raja Raja Pasai, Hikayat Si Miskin (Hikayat Marakarma), Hikayat Bayan Budiman, Hikayat Amir Hamzah, Hikayat Hang Tuah, dan Hikayat Jauhar Manikam.
     Suluk adalah kitab-kitab yang berisi ajaran-ajaran tasawuf. Peninggalan Islam berupa suluk antara lain Suluk Wujil, Suluk Sunan Bonang, Suluk Sukarsa, Suluk Syarab al Asyiqin, dan Suluk Malang Sumirang.
Babad adalah cerita sejarah tetapi banyak bercampur dengan mitos dan kepercayaan masyarakat yang kadang tidak masuk akal. Peninggalan Islam berupa babad antara lain Babad Tanah Jawi, Babad Sejarah Melayu (Salawat Ussalatin), Babad Raja-Raja Riau, Babad Demak, Babad Cirebon, Babad Gianti.
Adapun kitab-kitab peninggalan Islam antara lain Kitab Manik Maya, Us-Salatin Kitab Sasana-Sunu, Kitab Nitisastra, Kitab Nitisruti, serta Sastra Gending karya Sultan Agung.[5]





BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Pada sekitar abad ketujuh, Selat Malaka telah dilalui oleh pedagang Islam dari India, Persia, dan Arab dalam pelayarannya menuju negara-negara di Asia Tenggara dan Cina. Melalui hubungan perdagangan tersebut, agama dan kebudayaan Islam masuk ke wilayah Indonesia. Pada abad kesembilan, orang-orang Islam mulai bergerak mendirikan perkampungan Islam di Kedah (Malaka), Aceh, dan Palembang.

Waktu kedatangan Islam di Indonesia masih ada perbedaan pendapat. Sebagian ahli menyatakan bahwa agama Islam itu masuk ke Indonesia sejak abad ke-7 sampai dengan abad ke-8 Masehi. Pendapat itu didasarkan pada berita dari Cina zaman Dinasti T’ang yang menyebutkan adanya orang-orang Ta Shih (Arab dan Persia) yang mengurungkan niatnya untuk menyerang Ho Ling di bawah pemerintahan Ratu Sima (674).
Dari keterangan diatas dapat dijelaskan bahwa tersebarnya Islam keindonesia adalah melalui salura-saluran sebagai berikut:
1.     Perdagangan,y ang mempergunakan saran pelayaran.
2.     Dakwah, yang dilakukan oleh mubalig yang berdatangan bersama  para pedagang.
3.     Perkawinan, yaitu perkawinan antara pedagang Muslim, Mubalig dengan anak bangsawan Indonesia.
4.     Pendidikan, setelah kedudukan para pedagang menetap, mereka menguasai kekuatan ekonomi dibandar-bandar seperti Gresik. Selain menjadi pusat-pusat  pendidikan, yang disebut pesantren, di Jawa juga merupakan markas penggemblengan kader-kader politik. Misalnya, Raden Fatah, Raja Islam pertama Demak, adalah santri pesantren Ampel Denta; Sunan Gunung Jati, Sultan Cirebon pertama adalah didikan pesantren Gunung Jati dengan syaikh Dzatu Kahfi; Maulana Hasanuddin yang diasuh ayahnya Sunan Gunung Jati yang kelak menjadi Sultan Banten pertama.
5.      Tasawuf  dan Tarekat, sudah diterangkan pula bahwa bersamaan dengan pedagang, datang pula para ulama, da’I, dan sufi pengembara. Kemudian mereka diangkat menjadi penasihat dan atau pejabat agama di kerajaan. Seperti  di Aceh ada Syaikh Hamzah Fansuri, Syamsuddin Sumatrani, Nurudin ar-Raniri, Abd. Rauf Singkel. Demikian pula kerajaan-kerajaan di Jawa mempunyai penasuhat yang mempunyai gelar wali, yang terkenal adalah Wali Songo.Para sufi menyebarkan Islam dengan dua cara:
a)    Dengan membentuk kader Mubalig, agar mampu mengajarkan serta menyebarkan agama Islam didaerah asalnya
b)   Melalui karya-karya tulis tersebar dan dan dibaca berbagai tempat. Di abad ke-17, Aceh adalah pusat perkembangan karya-karya keagamaan yang ditulis para ulama dan para sufi.
6.      Kesenian, saluran yang banyak sekali dipakai untuk penyebaran Islam terutama di Jawa adalah seni. Wali Songo, terutama Sunan Kali Jaga, juga mempergunakan banyak cabang seni untuk Islamisasi, seni arsitektur, gamelan, wayang, nyanyian, dan seni busana.
Penyebaran Islam secara kasar dapat dibgi dalam tiga tahap:
Pertama, dimulai dengan kedatangan Islam, yang diikuti oleh kemorosotan kemudian keruntuhan Majapahit pada abad ke-14 sampai ke-15.
Kedua, sejak datang dan mapannya kekuaaan colonial Belanda di Indonesia sampai abad ke-19.
Ketiga, bermula pada awal abad ke-20 dengan terjadinya “liberalisasi” kebijaksanaan pemerintah colonial Belanda di Indonesia.



B.     SARAN
          Dengan adanya sejarah perkembangan islam di Indonesia abad  20,  pada masa ini terjadi berbagai peristiwa yang mengubah pemikiran dari yang tradisional ke modern terutama dalam keagamaan yang mendorong islam menjadi lebih kuat dan diperhatikan, seperti berdirinya berbagai organusasi islam.  Kita dapat mengambil pelajaran yang ada dari perkembangan islam di Indonesia abad  20,  dan mengambil hal positif dari setiap peristiwa yang terjadi dari perkembangan islam di Indonesia Abad 20. Selain itu mempelajari perkembangan islam di Indonesia agar wawasan pengetahuan kita semakin luas.



DAFTAR PUSTAKA
M.B.Hooker, 2003, Islam Mazhab Indonesia Fatwa-fatwa dan Perubahan Sosial, Jakarta: Teraju.
http://zenmasyafta.blogspot.co.id/2012/11/peradaban-islam-di-indonesia-pra-dan.html
http://www.softilmu.com/2014/08/perkembangan-islam-di-indonesia.html



 


[1] M.B.Hooker. Islam Mazhab Indonesia Fatwa-fatwa dan Perubahan Sosial. 2003. Jakarta: Teraju. Hlm. 31-48.
[2] http://www.softilmu.com/2014/08/perkembangan-islam-di-indonesia.html
[3] http://islammakalah.blogspot.co.id/p/blog-page_5703.html
[4] http://zenmasyafta.blogspot.co.id/2012/11/peradaban-islam-di-indonesia-pra-dan.html
[5] https://bocahsastra.wordpress.com/2012/01/06/sejarah-islam-dan-kebudayaan-di-indonesia/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar